Posted by : Aqilah Naura
Selasa, 27 September 2016
Pak!!!
Tangan kasarnya berhasil mendarat di pipiku. Perih.
"Kapan sikap pembangkang mu itu bisa berubah?"
"Sampai Bapak juga bisa melunak terhadapku," jawabku
Pukulan kedua mendarat di perutku
Marolop kecil tidak mengerti, mengapa baju Natalnya berbeda dengan milik kakak-kakaknya. Ia tidak mengeti, mengapa bapaknya tidak pernah mengajak bercanda ria. Ia tidak mengerti, mengapa harus menerima hantaman hanya karena bermain di bawah hujan.
Hingga akhirnya, Marolop berhenti berusaha mengerti.
Tidak peduli lagi dengan alasan kebencian bapaknya, Marolop yang masih remaja memilih pergi, jauh ke kota Bogor.
Tanah rantau mengajarkannya banyak hal. Namun, masa lalu tetap mengetuk sela-sela waktu Marolop, memaksa kembali masuk. Atau mungkin sebenarnya perasaan itu memang tidak pernah keluar. Perasaan tidak diterima oleh bapak sendiri sudah bercokol kuat dalam diri, membuatnya jadi pemuda yang benci sekaligus iri melihat kasih sayang bapak kepada anaknya.
Hingga akhirnya, alasan kebencian bapaknya terkuak.
Dan Marolop harus belajar dari makna kedewasaan yang sesungguhnya

