Posted by : Unknown
Senin, 19 September 2016
by: FEBIOLA KARTIKA
Pada zaman dahulu di sebuah
perkampungan, tinggal seorang petani muda yang rajin. Setiap hari dia selalu
bekerja keras. Dia mencari kayu bakar di hutan untuk ia jual kembali. Di waktu
luangnya, petani itu memancing ikan di sebuah danau yang tak jauh dari
rumahnya. Sampai suatu hari.
“hari ini sepi sekali. Tidak satu
pun ikan yang berhasil kupancing.” Keluhnya.
“kalau begini, bagaimana bisa aku makan?”
Petani itu terus saja mengeluh
dan melamun. Membayangkan hidupnya yang kesepian. Tidak ada sanak saudara.
Tidak ada teman. Apabila ia memiliki keluarga, tentu akan sangat menyenangkan.
Ketika tengah asyik melamun, tiba-tiba kailnya bergerak,
“aku bisa makan enak hari ini.”
Tanpa berfikir panjang, ditariknya kailnya. Benar saja! Seekor ikan besar
berhasil ia tangkap.
“Wah! Besar sekali,” teriaknya
senang.
“belum pernah aku mendapat ikan
sebesar ini.Hm dagingnya pasti sangat lezat. ”s saat si petani mengagumi hasil
tangkapannya, tiba-tiba saja terdengar suara dari mulut ikan yang ditangkapnya.
“oh, petani yang baik hati,
janganlah kamu makan aku. Jangan kamu bawa aku pulang.” Alangkah kagetnya si
petani mendengar ikan tangkapannya dapat berbicara.
“kamu siapa?”tanya petani itu
heran
“aku bukan siapa-siapa. Aku hanya
meminta tolong kepadamu untuk melepaskanku ke kolam ini kemlbali . kasihilah
aku,” pinta ikan itu dengan memelas. Heran bercampur iba, petani itu akhirnya
mengabulkan permintaan ikan. Ia memasukkan ikan itu di kolam kecil yang tidak
jauh dari pondoknya. Keesokan harinya, ketika hendak berangkat ke sawah ia
berhenti di kolam. Namun, alangkah terkejutnya petani itu ketika melihat
seorang gadis cantik sedang duduk menghadap kolam.
“kamu siapa?” tanya petani itu
heran
“jangan kaget,”senyum gadis itu.
“aku adalah ikan yang kemarin
kamu tangkap”
“hah? Yang benar saja?”teriak
petani itu tidak percaya. Ajaib pikirnya.
“aku sering mendengar keluhanmu.
Dan kali ini, aku akan membantumu. Bawalah aku ke rumahmu. Kita tinggal
bersama. Kamu tidak akan kesepian lagi,”kata gadis itu. Petani itu menatap sang
gadis dengan ajah masih tidak percaya.
“terima kasih, jika kau mau
menikah denganku, ”kata si petani dengan suara bergetar.
“namun ada satu syarat,”tambah
gadis itu
“ada satu hal yang tidak boleh
kau lakukan ketika kita berkeluarga nanti. Sesulit apapun hidup kita, separah
apapun kondisinya, kamu tak boleh melanggar sumpah ini. Jangan pernah sekalipun
kamu menyebut siapa aku dan darimana asalku. Jika kau melanggarnya, bencana
besar akan datang. Maukah kamu berjanji?”tanya gadis itu.
“ya, aku berjanji . aku tak akan
pernah menyinggung sedikit pun tentang asal usulmu, ” kata si petani berjanji.
Akhirnya mereka berdua hidup sebagai suami dan istri. Mereka hidup bahagia dan
amat rukun. Si petani semakin rajin bekerja. Tidak sekalipun ia berniat
untukmelanggar janjinya. Ketika anak mereka lahir, maka semakin lengkaplah
kebahagiaan si petani. Ia kini telah memiliki keluarga. Si petani, meski hidup
sederhana, selalu memperhatikan perkembangan anakanya. Anak laki-laki itu pun
suka membantu orang tuanya. Setiap hari ia akan pergi ke sawah, mengantarkan
makanan buat ayahnya. Sementara ibunya di rumah menyediakan nasi dan lauknya.
Namun suatu hari, anak laki-laki itu lupa untuk nengantarkan makan siang ayahnya.
Ia terlau asyik bermain bersama teman- temannya. Tentu saja ayahnya sangat
marah.
“dari mana saja kamu?”tanya si
petani marah. Dengan takut-takut diceritakanlah semua kepada ayahnya.
“hm, begitu, ya. Aku yang sudah
bekerja seharian untuk menghidupimu namun kamu membiarkan aku kelaparan?” kata
si petani dengan marah.
“dasar anak ikan! Sana pulang!
Tidak ada gunanya lagi kamu disini, anak ikan”kata-kata yang kasar yang terus
keluar dari mulut si petani. Ia sudah lupa akan janji dan sumpahnya dahulu.
Sementara dengan hati yang hancur, si anak berlari pulang dan menemui ibunya.
“benarkah aku anak ikan”tanyanya
setelah menceritakan semuanya kepada ibunya. Mendengar itu, ibunya diam
sejenak.
“apa yang dikatakan ayahmu itu
benar anakku,”kata sang ibu dengan kesedihan yang ditahan.
“tapi, dia sudah berjanji tidak
akan membuka rahasiaini pada siapapun. Dan kini ia telah melanggarnya.”
“anakku, sekarang pergilah ke
tempat yang tinggi. Sebab tempat ini akan tenggelam. Ibu akan menyusulmu.
“bagaiman dengan ayah?” tanya si anak.
“ dia telah melanggarnya.dia tidak lagi menyayangi kita. Dia
akan celaka karena perbuatannya itu”jawab sang ibu. Anak laki-laki itu kemudian
berlari ke bukit yang tidak jauh dari rumahnya. Setelah itu si ibu menabuh
gendang keras-keras. Alhasil ,matahari seketika tertutup awan-awan hitam.
Halilintar menyambar. Badai bertiup kencang. Hujan pun turun dengan sangat
derasnya. Si petani yang berada di sawah kaget. Ia ingat pada kemarahannya tadi
dan sangat menyesal. Namun, sudah terlambat. Hujan dengan capat menenggelamkan
daratan. Sekejap saja tempat itu telah menjadi danau yang sangat besar dan
dalam. Satu-satunya yang tersisa adalah bukit, tempat si anak berlindung. Bukit
tempat si anak berlindung kemudian dikenal dengan nama pulau samosir, yang
berada di tengah-tengah danau Toba. Tempat di mana si petani tenggelam karena
mengingkari janjinya.